Site icon agungprasetyo blog's

Menulis Itu [tidak] Mudah : Budayakan Literasi

Menulis Itu tidak Mudah : Budayakan Literasi

Bagi beberapa orang, menulis itu memang mudah. Melihat suatu kejadian di jalan saja bisa mereka jadikan sebuah tulisan yang menarik untuk dibaca. Contohnya Dahlan Iskan ketika jalan-jalan di Singapura tepatnya di Orchard Road, dia melihat betapa rindangnya trotoar disana. Nah, seketika itu muncul ide untuk menulis masalah tata kota yang selanjutnya tulisan itu dimuat di Jawa Pos dan dijadikan rujukan dalam pembangunan kota Surabaya. Iya benar, tulisan yang dibuat di trotoar.

Menurut saya itu wajar karena yang menulis adalah Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos dan Jawa Pos Group yang mana hari-harinya diisi dengan menulis dan menulis. Dengan reputasi sekaliber beliau, rasanya apapun bisa jadi tulisan yang menarik.

Sosok penulis lain yang saya baru kenal adalah Eko Prasetyo. Beliau adalah mantan editor Jawa Pos dan penulis multi telenta. Sudah menulis 43 judul buku dengan bahasan lintas genre baik itu biografi tokoh, pendidikan, literatur hingga sastra. Menurut Eko Prasetyo, menulis itu bukanlah proses yang instan. Sejak dibangku kuliah, Eko Prasetyo sudah menulis dan tulisannya dikirimkan ke berbagai media yang saat itu targetnya adalah untuk menambah uang saku. Dengan pengalaman menulis yang begitu lama dan pengalaman sebagai editor Jawa Pos, tentunya menulis bukanlah hal yang sulit bagi Eko Prasetyo.

Jika melihat dua profil diatas, sekali lagi kita tahu bahwa untuk bisa menulis itu membutuhkan proses. Dan semua proses itu membutuhkan waktu dan kemauan untuk membaca. Membaca? iya benar. Membaca adalah dasar kita dalam menulis. Tanpa membaca, rasanya sulit bagi seseorang untuk menulis sesuatu dengan baik. Karena seseorang haruslah mempunyai sumber atau rujukan dalam menulis sesuatu. Ada yang mengatakan pengalaman pribadi juga bisa menjadi sumber atau rujukan dalam menulis sesuatu, dan itu memang sah-sah saja. Tetapi tetap saja sumber atau rujukan dari membaca adalah prioritas.

Bicara tentang membaca, tentunya tidak bisa dipisahkan dengan istilah literasi. Di Indonesia, budaya literasi masih sangat rendah. Dan ironisnya, banyak guru, dosen bahkan pejabat belum paham juga apa itu literasi. Akibatnya, literasi tidak menjadi bagian dari kurikulum, termasuk dalam Kurikulum 2013.

Menurut hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA), budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Menurut data statistik UNESCO 2012 menyebutkan, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Sedangkan UNDP juga merilis angka yang mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.

Dari penjelasan dan angka-angka diatas, bisa diambil kesimpulan yang relevan dengan judul tulisan ini adalah membaca adalah langkah awal dalam menulis sesuatu. Jadi jika Anda ingin menulis, suka atau tidak suka, Anda harus membaca. Titik!

Hal lain yang membuat sulit dalam menulis adalah mood. Yah, banyak orang menunggu mood yang baik ketika hendak menulis. Namun, karena mood tak kunjung datang, akhirnya tak pernah mau menulis. Karena itu, salah satu tahapan dalam menulis adalah Prewriting atau persiapan sebelum menulis. Menurut Eko Prasetyo, dia lebih mood menulis dimalam hari dan ditemani secangkir kopi panas yang nikmat. *Eh..koq jadi pengin ngopi 🙂

Kalau Saya sendiri, prewriting saya untuk menulis tidak harus dimalam hari. Biasanya Saya lebih memilih hari libur karena bisa lebih maksimal dalam pencarian sumber atau data yang diperlukan untuk keperluan menulis. Jadi, kalau ingin menulis, pastikan mood atau suasana hati Anda sedang baik.

Ketika saya mencoba menulis artikel ini, saya harus bolak-balik membaca dan membaca berbagai macam artikel yang berhubungan dengan judul diatas. Lalu kata-kata yang harus saya rancang agar tulisan saya ini mudah untuk dipahami. Belum lagi mencari data-data lain yang berhubungan dengan minat baca, literasi dan sebagainya. Nah, masih yakin kalau menulis itu mudah?!

Tetapi dengan berbagai tahapan yang harus dilalui dalam menulis, secara tidak langsung memaksa kita untuk belajar, belajar dan belajar. Akhir kata, Saya hanya ingin menyampaikan bahwa menulis itu memang tidak mudah, tetapi layak untuk dicoba. (y)

Entah mana yang lebih baik ‘menulis sesuatu yang layak dibaca’ atau ‘melakukan sesuatu yang berharga sebagai bahan tulisan’.
BenjaminFranklin

Semoga bermanfaat.

Exit mobile version